HAL 1. word artikel kmb


LAPORAN PENDAHULUAN

EMPIEMA
A.   PENGERTIAN
1.      Empiema adalah keadaan terkumpulnya nanah ( pus ) didalam ronggga pleura dapat setempat atau mengisi seluruh rongga pleura( Ngastiyah,1997).
2.      Empiema adalah penumpukan cairan terinfeksi atau pus pada cavitas pleura ( Diane C. Baughman, 2000 ).
3.      Empiema adalah penumpukan materi purulen pada areal pleural ( Hudak & Gallo, 1997 ).

Ø  Dari ketiga pendapat tersebut dapat diketahui bahwa empiema adalah kondisi dimana terdapatnya udara dan nanah dalam rongga pleura yang dapat  timbul sebagai akibat traumatik maupun proses penyakit lainnya.

B.   ETIOLOGI

1.      Berasal dari paru
a. Pneumonia
Infeksi paru seperti pneumonia dapat menyebar secara langsung ke pleura, penyebaran melalui sistem limfatik atau penyebaran secara hematogen. Penyebaran juga bisa terjadi akibat adanya nekrosis jaringan akibat pneumonia.

b. Abses Paru
Abses akibat aspirasi paling sering terjadi pada segmen posterior lobus atas dan segmen apikal lobus bawah, dan sering terjadi pada paru kanan, karena bronkus utama kanan lebih lurus dibanding kiri.
Abses bisa mengalami ruptur ke dalam bronkus, dengan isinya diekspektorasikan keluar dengan meninggalkan kavitas yang berisi air dan udara, kadang-kadang abses ruptur ke rongga pleura sehingga terjadi empiema. 

2. Infeksi Diluar Paru
Trauma Pembedahan :Pembedahan thorak yang tidak steril dapat mengakibatkan masuknya kuman ke rongga pleura sehingga terjadi peradangan di rongga pleura yang dapat menimbulkan empiema. Akibat instrument bedah, rupturnya esophagus, bocornya anastomis esophagus dan fistula bronkopleural yang diikuti dengan pneumonektomi. 

3. Bakteriologi
 Staphilococcus aureus. Bakteri ini adalah bakteri gram positif dengan sifatnya yang dapat menghemolisa darah dan mengkoagulasi plasma. Bakteri ini tumbuh dalam keadaan aerob, bakteri ini dapat memproduksi eksotoksin yang dapat menghemolisis eritrosit, kemudian leukocidin yang dapat membunuh leukosit, dan menyebabkan peradangan pada rongga          pleura.

C.    PATOFISIOLOGI
Mekanisme penyebaran infeksi sehingga mencapai rongga pleura
1. Infeksi paru, infeksi paru seperti pneumonia dapat menyebar secara langsung ke pleura, penyebaran melalui sistem limfatik atau penyebaran secara hematogen. Penyebaran juga bisa terjadi akibat adanya nekrosis jaringan akibat pneumonia atau adanya abses yang ruftur keronggapleura.

2. Mediastinum, kuma-kuman dapat masuk ke rongga pleura melalui tracheal fistula, esofageal fistula, asanya abses di kelenjar mediastinum
 
3. Subdiafragma, asanya proses di peritoneal atau di visceral dapat juga menyebar ke rongga pleura.


4. Inokulasi langsung, inokulasi langsung dapat terjadi akibat trauma, iatrogenik, pasca operasi. Pasca operasi dapat terjadi infeksi dari hemotoraks atau adanya leak dari bronkus.
Proses infeksi di paru seperti pneumonia, abses paru, sering mengakibatkan efusi parapneumonik yang merupakan awal terjadinya empiema, ada tiga fase perjalan efusi parapneumonik.

- fase pertama atau fase eksudatif yang ditandai dengan penumpukan cairan pleura yang dteril dengan cepat dirongga pleura. Peumpukan cairan tersebut akibat peninggian permeabilitas kapiler di pleura visceralis yang diakibatkan pneumonitis. Cairan ini memiliki karakteristik rendah lekosit, rendah LDH, normal glukosa, dan normal pH.

- Bila pemberian antibiotik tidak tepat, bakteri yang berasal dari proses pneumonitis tersebut akan menginvasi cairan pleura yang akan mengawali terjadinya fase kedua yaitu fase fibropurulen pada fase ini cairan pleura mempunyai karakteristik PMN lekosit tinggi, dijumpai bakteri dan debris selular, pH dan glukosa rendah dan LDH tinggi. Pasa fase ini, penanganan tidak cukup hanya dengan antibiotik tetapi memerlukan tindakan lain seperti pemasangan selang dada.
 
- Bila penanganan juga kurang baik, penyakit akan memasuki fase akhir yaitu fase organization. Pada fase ini fibroblas akan berkembang ke eksudat dari permukaan pleura visceralis dan parietalis dan membentuk membran yang tidak elastis yang dinamakan pleural feel. Pleural feel ini akan menyelubungi paru dan menghalangi paru untuk mengembang. Pada fase ini eksudat sangat kental dan bila penanganan tetap tidak baik, penyakit dapat berlanjut menjadi empiema.

D.    MANIFESTASI KLINIS
·         Demam
·         Berkeringat malam
·         Nyeri pleural
·         Dispneu
·         Anoreksia ,dan  penurunan berat badan
·         Tidak terdapatnya bunyi nafas, pendataran pada perkusi dada, penurunan fremitus.
Stadium Empiema yaitu :
1. Empiema akut
Gejala mirip dengan pneumonia yaitu panas tinggi, nyeri pleuritik, apabila stadium ini dibiarkan dalam beberapa minggu akan timbul toksemia, anemia, pada jaringan tubuh. Jika nanah tidak segera dikeluarkan akan timbul fistel bronchopleura dan empiema neccesitasis. Dari anamnesis ditemukan batuk-batuk yang tidak produktif setelah suatu infeksi paru atau bronkopneumonia, atau terdapat gejala dan tanda yang sesuai dengan penyebab lain. Biasanya penderita mengeluh nyeri dada kalau cairan belum banyak. Penderita tampak sakit berat, pucat, sesak napas, dan mungkin terdapat napas cuping hidung. Pada palpasi, fremitus vocal melemah, pada perkusi ditemukan pekak yang memberikan gambaran garis melengkung, sedangkan auskultasi mungkin memperdengarkan krepitasi, bising napas yang hilang, atau ronki yang menghilang di batas cairan.
2. Empiema kronik
Batasan yang tegas antara akut dan kronis sukar ditentukan disebut kronis apabila terjadi lebih dari 3 bulan. Penderita mengelub badannya lemah, kesehatan penderita tampak mundur, pucat pada jari tubuh. Dari anamnesis dapat diketahui apakah ada penyakit yang sudah lama diderta, misalnya tuberculosis paru, bronkiektasis, abses hepar, abses paru, atau kanker paru. Pada pemeriksaan biasanya keadaan umum tidak baik, demam, gizi kurang, dada yang terkena lebih kecil dari yang sebelah, dan gerakan pernapasan tertinggal baik pada akhir inspirasi atau ekspirasi. Pada palpasi fremitus vocal sering meninggi tetapi kadang-kadang melemah. Perkusi redup sampai pekak tergantung dari keadaan fibrosisnya. 
E.     PENATALAKSANAAN
Prinsip pengobatan pada empiema :
  1. Pengosongan ronga pleura dari nanah

·         Aspirasi Sederhana
Dilakukan berulangkali dengan memakai jarum lubang besar. Cara ini cukup baik untuk mengeluarkan sebagian besar pus dari empiema akut atau cairan masih encer. Kerugian teknik seperti ini sering menimbulkan “pocketed” empiema. USG dapat dipakai untuk menentukan lokasi dari pocket empiema.
·         Drainase Tertutup
Pemasangan “Tube Thoracostomy” = Closed Drainage (WSD)
Indikasi pemasangan darin ini apabila nanah sangat kental, nanh berbentuk sudah dua minggu dan telah terjadi pyopneumathoraks. Pemasangan selang jangan terlalu rendah, biasanya diafagma terangkat karena empiema. Pilihlah selang yang cukup besar. Apabila tiga sampai 4 mingu tidak ada kemajuan harus ditempuh dengan cara lain seperti pada empiema kronis.
·         Drainase Terbuka (open drainage)
Tindakan ini dikerjakan pada empiema kronis dengan memotong sepenggal iga untuk membuat “jendela”. Cara ini dipilih bila dekortikasi tidak dimungnkinkan dan harus dikerjakan dalam kondisi betul-betul steril.
  1. Pemberian antibiotika
Mengingat sebab kematian umumnya karena sepsis, maka pemberian antibiotik memegang peranan yang penting. Antibiotik harus segera diberikan begitu diagnosa diegakkan dan dosisnya harus adekuat. Pilihan antibiotik didasarkan pada hasil pengecatan gram dari hapusan nanah. Pengobatan selanjutnya tergantung pada hasil kultur dan tes kepekaan obat. Bila kuman penyebab belum jelas dapat dipakai Benzil Penicillin dosis tinggi.
  1. Penutupan rongga pleura
Empiema kronis gagal menunjukkan respon terhadap drainase selang, maka dilakukan dekortikasi atau thorakoplasti. Jika tidak ditangani dengan baik akan menambah lama rawat inap.
  1. Pengobatan kausal
Tergantung penyebabnya misalnya amobiasis, TB, aktinomeicosis, diobati dengan memberikan obat spesifik untuk masing-masing penyakit.
  1. Pengobatan tambahan dan Fisioterapi
Dilakukan untuk memperbaiki keadaan umum
 ASUHAN KEPERAWATAN
EMPIEMA

PENGKAJIAN
    1. Identitas Klien :
    1. Riwayat/adanya faktor-faktor penunjang : Merokok, terpapar polusi udara yang berat, riwayat alergi pada keluarga
    2. Riwayat yang dapat mencetuskan
§  Eksaserbasi seperti : Alergen (debu, serbuk kulit, serbuk sari, jamur).
§  Stress emosional : aktivitas fisik berlebihan.
§  Infeksi saluran nafas.
§  Drop out pengobatan
    1. Makanan/Cairan
§  Mual, muntah, anorkesia, penurunan BB menetap (empisema).
§   Peningkatan BB menetap (oedema) pada bronchitis.
§   Turgor menurun.
§  Penurunan massa otot/lemak sub kutan (emfisema).
§  Hepatomegali (bronchitis).
§   Higiene ( Penurunan kemampuan ADL )
    1. Pernafasan
§    Nafas pendek (disepnea sebagai keluhan menonjol pada emphisema).
§    Episode sukar bernafas (asma).
§    Rasa dada tertekan.
§    Batuk menetap dan produksi sputum daat banun tidur tiap hari, minimum selama
tiga bulan berturut-turut sedikitnya selama dua tahun..
§       Sputum banyak sekali (pada bronchitis kronis).
§  Riwayat pneumonia berulang, terpajan polusi pernafasan/zat kimia (rokok, debu/asap, asbes, kain katun, serbuk gergaji).
§  Defisiensi alfa – antitripsin (emphisema).
§   Penggunaan otot bantu pernafasan.
§   Buny naffas : redup denga ekspirasi mengi (emfisema).
§  Perkusi : Hipersonan (jebakan udara pada emfisema).
§  Bunyi pekak (konsolidasi, cairan).
§   Kesulitan bicara kalimat / lebih dari 4 – 5 kata.
§  Pink buffer (warna kulit normal kalau frekuensi nafas cepat)
    1.  Seksualitas
§       Penuruan Libido

PEMERIKSAAN FISIK
Dada.
  1. Ispeksi: Dada berbentuk barrel chest, dada anterior menonjol, punggung berbentuk kifosis dorsal, nafas pendek persistem dengan peningkatan dispenia.
  2. Palpasi: Penurunan fremitus.
  3. Perkusi: Terdapat bunyi datar.
  4. Auskultasi: Pada auskultasi tidak terdengarnya bunyi napas

PEMERIKSAAN PENUNJANG
  1. Pemeriksaan radiologis :
·         Cairan pleura bebas dapat terlihat sebagai gambaran tumpul di sudut kostofrenikus pada posisi posteroanterior atau lateral.
·         Dijumpai gambaran yang homogen pada daerah posterolateral dengan gambaran opak yang konveks pada bagian anterior yang disebut dengan D-shaped shadow yang mungkin disebabkan oleh obliterasi sudut kostofrenikus ipsilateral pada gambaran posteroanterior.
·         Organ-organ mediastinum terlihat terdorong ke sisi yang berlawanan dengan efusi.
·         Air-fluid level dapat dijumpai jika disertai dengan pneumotoraks, fistula bronkopleural.
  1. Pemeriksaan ultrasonografi (USG) :
·         Pemeriksaan dapat menunjukkan adanya septa atau sekat pada suatu empiema yang terlokalisir.
·         Pemeriksaan ini juga dapat membantu untuk menentukan letak empiema yang perlu dilakukan aspirasi atau pemasangan pipa drain.
  1. Pemeriksaan CT scan :
·         Pemeriksaan CT scan dapat menunjukkan adanya suatu penebalan dari pleura.
·         Kadang dijumpai limfadenopati inflamatori intratoraks pada CT scan.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.  Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d bronchus spsame, peningkatan produksi secret,kelemahan
Ø  Tujuan :
1)      Bersihan Jalan nafas efektif.
Ø  Kriteria Hasil :
- Bunyi nafas bersih
- Batuk efektif
- Mengi (-), Ronchii (-) Cracles (-)
INTERVENSI
RASIONAL
Auskultasi bunyi nafas catat adanya bunyi nafas, kaji dan pantau suara pernafasan
Untuk mengetahui adanya obstruksi jalan nafas, tachipnea merupakan derajat yang ditemukan adanya proses infeksi akut
Kaji frekuensi pernafasan
Proses infeksi akut (tachipnea)
Catat adanya atau derajat dispnea, gelisah, ansietas dan distres pernafasan
Disfungsi pernafasan merupakan tahap proses kronis yang dapat menyebabkan infeksi atau reaksi alergi
Pertahankan lingkungan bebas polusi
Pencetus tipe reaksi alergi pernafasan yang dapat mentriger episode akut
Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, misalnya: peninggian kepala tempat tidur
Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernafasan dengan menggunakan gravitasi
Bantu latihan nafas abdomen atau bibir
Memberikan pasien berbagai cara untuk mengatasi dan mengontrol dispnea dan menurunkan jebakan udara
Observasi karakteristik batuk
Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif khususnya bila pasien lansia, sakit akut, atau kelemahan
Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml per hari sesuai toleransi jantung
Hidrasi menurunkan kekentalan secret, mempermudah pengeluaran
Memberikan obat sesuai indikasi
Merilekskan otot halus dan menurunkan kongesti local, menurunkan spasme jalan nafas, mengi, dan produksi mukosa

2. Gangguan Pertukaran Gas b.d Obstruksi Jalan Nafas sekunder terhadap penumpukan sekret, Bronchospasme
Ø  Tujuan :
Pertukaran gas yang normal dapat dipertahankan
Ø  Kriteria Hasil :
- Perbaikan sirkulasi dan oksigenasi,
- GDA dalam batas normal,
- Tanda distress pernafasan tidak ada.
INTERVENSI
RASIONAL
Kaji frekuensi dan kedalaman pernafasan, catat penggunaan otot bantu pernafasan dan ketidakmampuan bicara karena sesak
Evaluasi derajad distress nafas dan kronis atau tidaknya proses penyakit
Bantu klien untuk mencari posisi yang nenudahkan bernafas, dengan kepala lebih tinggi
Suplai O2 dapat diperbarui dalam latihan nafas agar paru tidak kolaps.
Bantu klien untuk batuk efektif
Batuk efektif membantu mengeluarkan sputum sebagai sumber utama gangguan pertukaran gas.
Auskultasi suara nafas
Suara nafas redup oleh karena adanya penurunan penurunan aliran udara/ konsolidasi. Mengni menunjukkan adanya bronkospasme dan kracles menunjukkan adanya cairan
Palpasi primitus.
Penurunan getarn fibrasi diduga adanya pengumpulan cairan atau udara terjebak
Awasi tanda vital dan irama jantung.
Tachikardia ,disritmia, perubahan tekanan darah dapat menujukkan efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.
3. Perubahan Nutrisi : Kurang dari Kebutuhan Tubuh b.d Sesak nafas,anoreksia, mual, muntah, efek obat, kelemahan.
Ø  Tujuan :
Status nutrisi dapat dipertahankan

Ø  Kriteria hasil :
- BB tidak mengalami penurunan
- Intake makanan dan cairan adekuat
- Nafsu makan meningkat/baik
INTERVENSI
RASIONAL
Obserasi intake dan output/8 jam. Jumlah makanan dikonsumsi tiap hari dan timbang BB tiap hari
Mengidentifikasi adanya kemajuan/ penyimpanan dari tujuan yang diharapkan
Ciptakan suasana menyenangkan, lingkungan yang bebas dari bau selama waktu makan:
-          Lakukan perawtan mulut sebelum dan sesudah makan
-          Bersihkan lingkungan tempat penyajian makanan
-          Lakukan chest fisioterapi dan nebulliser selambat-lambatnya 1 jam sebelum makan
Bau-bauan dan pemandangan yang tidak menyenangkan selama waktu makan dapat menyebabkan anoreksia. Obat-obatan yang dberikan segera seelah makan dapat mencetuskan mual dan muntah.
Auskultasi bunyi usus
Penurunan atau hipoaktif bising usus menunjukkan motilitas gaster dan kostipasi yang berhubungan dengan pembatasan pemasukan cairan, pilihan makanan buruk, penurunan aktivitas dan hipoksemia.
Anjurkan makan dalam prosi kecil dan sering
Distensi abdomen akibat makanan banyak mungkin menriger adanya nyeri
Hindari makan yang mengandung gas.dan minuman karbonat
Dapat menghasilakan distensi abdomen yang menganggu nafas abdomen dan gerakan diagframa yang dapat meningkatan dispnea
Hindari makan yang sangat panas dan dingin
Suhu ekstrim dapat mencetuskan / meningkatkan spasme batuk
Timbang berat badan sesuai indikasi
Berguna untuk menetukan kebutuhan kalori, menyusun tujuan berat badan dan evaluasi keadekuatan rencana nutrisi.
Kolaborasi dengan ahli gizi / nutrisi.
Metode makan dan kebutuhan dengan upaya kalori didasarkan pada kebutuhan individu untuk memberikan nutrisi maksimal dengan upaya minimal pasien /penggunaan energi.